Rabu, Februari 03, 2010

Jika Aku Sebuah Bintang [ part 2 ]

"Stop, stop mas Tio!" teriak aku dari kursi pembonceng.
"Apaan dek?" dengan kesal mas Tio menghentikan vespanya karena aku yang tiba-tiba menjerit.
"Beli coklatnya SEKARANG! Kalo nanti-nanti mas Tio bisa lupa" aku menunjuk sebuah mini market di sebelah kiri kami, ternyata kami berhenti tepat di depannya, hahahaha 'ini rencanaku'.

"Ah kamu ini, nanti saja, di depan kampus mas juga ada. Ini sudah siang dek"

"SE-KA-RANG!!! Jangan lupa coklatnya DUA biji!" aku tekankan setiap katanya.
"Iya, iya cerewet. Maunya coklat apa?" meski kesel tapi mas Tio turun juga dari vespanya.
"Toblerone satu, cadbury satu, yang gedhe, awas kalo belinya yang kecil"

Mas Tio pun masuk ke dalam mini market. Tidak lama setelah itu, mas Tio keluar dengan sebungkus plastik berisi coklat dan menyerahkannya padaku.
"Nih" mas Tio menyodorkan plastik tersebut ke aku.
"Terima kasih" dengan senyum sumringah aku menerimanya, lalu kumasukkan ke dalam tas gendongku.

Aku sudah sampe di depan sekolahku, SMA Permata Bangsa.
Aku turun dari boncengan vespa mas Tio. Kulepas helm, lalu kuserahkan pada mas Tio.
Kulirik arlojiku, pukul 6.45. 'ah masih pagi' pikirku
"Woi Lin, jangan lupa setelah pulang sekolah kamu musti bantuin aku di galeri!" teriak mas Tio dari luar gerbang.
Sementara aku hanya ngangguk sambil berlari menuju kelasku.

Suasana kelasku ternyata sudah ramai, kelasku ada di gedung C, tiga gedung dari gerbang utama, kelasku ini menghadap lapangan basket, jadi lumayang sambil belajar bisa cuci mata, hahahaha.
"ZAaaaa!" Icha, teman sebangkuku menyambut kedatanganku yang baru sampai di ambang pintu dengan suaranya yang tinggi melengking.
Aku melewati keremunan beberapa anak perempuan yang berkumpul di dekat pintu masuk kelasku.
"PERMISI, PERMISI" sahutku.

Kuletakkan tasku di meja.
"Eh Za, nanti sore ada pertandingan basket lho. Nonto yuk?" Icha menyeretku untuk duduk.
"Hah, nggak bisa. Aku sudah keburu janji mau bantuin mas Tio di galeri setelah pulang sekolah" ada sedikit perasaan menyesal di hatiku, hiks.

"Lho, mas Arif maen juga lho. Yakin nggak nyesel???" Icha mendorong-dorong lembut bahuku.
"Ah, nggak tau deh. Aku sudah terlanjur menerima upah buat bantuin mas Tio"

"Upah?"

"Iya, upah. Dua biji coklat, ini ada di tasku" aku menunjuk kantong paling depan tasku, tempat dimana coklat itu kuletakkan.

"Wah, wah, wah, enak tuh. Bagi-bagi dong" Icha langsung membuka tasku

"Enak aja! Nggak boleh! Itu kan upah aku. Kalo kamu mau minta, kamu juga harus ikut bantuin mas Tio"

"Pelit amat Zaza Lintang nih! Huhg" tapi tetep aja Icha ngambil satu buah coklat, dan membukanya. Lalu menggigit ujungnya.

"Ah coklatkuuuuuu" telat sudah responku, coklatku sudah terlanjur dimakan Icha, yaaah.......

'kriiiiiiing' bel masuk berbunyi, itu mengurungkan niatku untuk menjitak kepala Icha,
pelajaran pertama: MATEMATIKA! Pelajaran paling aku benci, menyebalkan, dan palin aku tidak bisa. Seandainya otak pandai dalam urusan hitung-menghitung, pastilah aku tidak sebenci ini dengan pelajaran yang satu itu. Selain itu, gurunya juga lumayan killer, 'apa perasaan aku saja ya, gara-gara nggak bisa pelajarannya?'

tiga jam pelajaran matematika kulalui dengan terkantuk-kantuk. Untunglah hari ini aku selamat dari vonis harus maju ke depan, mengerjakan soal.
Akhirnya bel istirahat berbunyi juga, 'aku selamat' pikirku.
Kurapikan buku-buku di mejaku, lalu kumasukkan ke laci.
Aku bergegas lari ke kantin sambil menggigit coklatku yang satunya, ternyata, tadi selama jam pelajaran Icha diam-diam menghabiskan coklatku yang telah diambil secara paksa olehnya.
Icha, dan dua orang temanku lainnya, Dhela dan Rio, mengikuti di belakangku.

"Za, tunggu!" panggil Rio, iya berjalan setengah berlari.

"mmm, apa?"

"cepat banget jalanmu, tapi pagi nggak sarapan ya??"

"Sarapan kok, cuma sekarang lapar lagi. Semua energiku telah terkuras habis saat pelajaran matematika tadi"

"Ah, kamu ngantuk juga pas pelajaran. Jadi otakmu nggak bekerja maksimal" Rio mengacak-ngacak rambutku.

"wueeeeeek" aku menjulurkan lidah, dan berlari ke arah kantin yang sudah ada di depanku.

Aku dan Rio sudah sampai duluan, di susul Icha dan Dhela. Kami berempat duduk di tempat favorit kami, meja di bawah pohon jambu aer, hehe
adem banget tempatnya.

Aku berlari masuk ke kantin, mengambil makananku, bakso dan segelas es jeruk sepertinya cukup. Diikuti teman-temanku.

Aku mulai memakan makananku, kepedasan aku meneguk es jerukku. Oh tidak, aku hampir tersedak, rasanya panas tenggorokanku.
"kalo ngasih sambel jangan banyak-banyak" ucap Rio sambil menyodorkan kotak tisu padaku.

"Arghhh, tenggorokanku seperti terbakar" aku minum habis semua es jerukku, tapi tetap saja rasa terbakar itu tidak hilang.

"Aku ambilkan air putih" ucap Dhela dengan nada panik, tak lama kemudian Dhela datang dan menyodorkanku segelas air putih hangat.
Aku meminumnya sekaligus, rasa sakit ditenggorokanku mula reda.
Legaaa

[to be continued]

2 komentar:

  1. Hehehe..... Jago jga kmu bkin cerbung.... Pngalaman pribadi ya??? Klo mnurut aku sih udh bgus bngeth. *Scara aku ga bisa bikin*hehe.... aku tunggu klanjutan ceritanya...
    Saran: tambahin tokoh cwo nya dunk, biar lbh berwarna..... Hehe.....*nak skolah kan ga bleh pcaran.... Lupa aku...!!!* :D
    ternyata dhe berbakat jg jd penulis.... ;-)

    BalasHapus
  2. Y sabarr mba as, namanya juga cerbung, tokoh-tokohnya belum muncul semua.

    Nggak kok, bukan pengalaman pribadi, tokoh utamanya aja beda dari aku, kalo aku sedikit-sedikit bisa nulis, lukis, ada bakat dari keluarga, hahaha
    ya tunggu ajah kelanjutannya

    BalasHapus