Sabtu, Februari 27, 2010

Dia dan Hatiku

Kutata setiap keping hati yang berserakan ini

kucoba menutup setiap lobang hati yang menganga ini

kucoba menjahit kembali setiap sayatan pedih dengan tawaku

kucoba menghibur diriku yang terluka karena dia

Dia, yang kucinta
Dia, yang kukasihi
Dia, yang kubangga
Dia, yang kupuja

dan Dia,

Dia, yang menimbulkan badai di hidupku
Mengacaukan semua hidup yang berusaha kutata
Menghancurkan segala pengharapanku
Menimbulkan luka perih di hatiku,

hatiku yang rapuh,
hatiku yang mudah tersakiti, tercabik, dan tersayat
oleh pisau tajam
bernama
CINTA

Sabtu, Februari 13, 2010

Like This View :)

Siapa yang suka pemandangan alam?
Terutama sawah?

Hamparan sawah yang menghijau selalu membuat hati tenang ketika kita
berada di sekitarnya.
Jadi
LOVE AND SAVE OUR EARTH TO GET MORE BETTER LIFE!

Rabu, Februari 03, 2010

Jika Aku Sebuah Bintang [ part 2 ]

"Stop, stop mas Tio!" teriak aku dari kursi pembonceng.
"Apaan dek?" dengan kesal mas Tio menghentikan vespanya karena aku yang tiba-tiba menjerit.
"Beli coklatnya SEKARANG! Kalo nanti-nanti mas Tio bisa lupa" aku menunjuk sebuah mini market di sebelah kiri kami, ternyata kami berhenti tepat di depannya, hahahaha 'ini rencanaku'.

"Ah kamu ini, nanti saja, di depan kampus mas juga ada. Ini sudah siang dek"

"SE-KA-RANG!!! Jangan lupa coklatnya DUA biji!" aku tekankan setiap katanya.
"Iya, iya cerewet. Maunya coklat apa?" meski kesel tapi mas Tio turun juga dari vespanya.
"Toblerone satu, cadbury satu, yang gedhe, awas kalo belinya yang kecil"

Mas Tio pun masuk ke dalam mini market. Tidak lama setelah itu, mas Tio keluar dengan sebungkus plastik berisi coklat dan menyerahkannya padaku.
"Nih" mas Tio menyodorkan plastik tersebut ke aku.
"Terima kasih" dengan senyum sumringah aku menerimanya, lalu kumasukkan ke dalam tas gendongku.

Aku sudah sampe di depan sekolahku, SMA Permata Bangsa.
Aku turun dari boncengan vespa mas Tio. Kulepas helm, lalu kuserahkan pada mas Tio.
Kulirik arlojiku, pukul 6.45. 'ah masih pagi' pikirku
"Woi Lin, jangan lupa setelah pulang sekolah kamu musti bantuin aku di galeri!" teriak mas Tio dari luar gerbang.
Sementara aku hanya ngangguk sambil berlari menuju kelasku.

Suasana kelasku ternyata sudah ramai, kelasku ada di gedung C, tiga gedung dari gerbang utama, kelasku ini menghadap lapangan basket, jadi lumayang sambil belajar bisa cuci mata, hahahaha.
"ZAaaaa!" Icha, teman sebangkuku menyambut kedatanganku yang baru sampai di ambang pintu dengan suaranya yang tinggi melengking.
Aku melewati keremunan beberapa anak perempuan yang berkumpul di dekat pintu masuk kelasku.
"PERMISI, PERMISI" sahutku.

Kuletakkan tasku di meja.
"Eh Za, nanti sore ada pertandingan basket lho. Nonto yuk?" Icha menyeretku untuk duduk.
"Hah, nggak bisa. Aku sudah keburu janji mau bantuin mas Tio di galeri setelah pulang sekolah" ada sedikit perasaan menyesal di hatiku, hiks.

"Lho, mas Arif maen juga lho. Yakin nggak nyesel???" Icha mendorong-dorong lembut bahuku.
"Ah, nggak tau deh. Aku sudah terlanjur menerima upah buat bantuin mas Tio"

"Upah?"

"Iya, upah. Dua biji coklat, ini ada di tasku" aku menunjuk kantong paling depan tasku, tempat dimana coklat itu kuletakkan.

"Wah, wah, wah, enak tuh. Bagi-bagi dong" Icha langsung membuka tasku

"Enak aja! Nggak boleh! Itu kan upah aku. Kalo kamu mau minta, kamu juga harus ikut bantuin mas Tio"

"Pelit amat Zaza Lintang nih! Huhg" tapi tetep aja Icha ngambil satu buah coklat, dan membukanya. Lalu menggigit ujungnya.

"Ah coklatkuuuuuu" telat sudah responku, coklatku sudah terlanjur dimakan Icha, yaaah.......

'kriiiiiiing' bel masuk berbunyi, itu mengurungkan niatku untuk menjitak kepala Icha,
pelajaran pertama: MATEMATIKA! Pelajaran paling aku benci, menyebalkan, dan palin aku tidak bisa. Seandainya otak pandai dalam urusan hitung-menghitung, pastilah aku tidak sebenci ini dengan pelajaran yang satu itu. Selain itu, gurunya juga lumayan killer, 'apa perasaan aku saja ya, gara-gara nggak bisa pelajarannya?'

tiga jam pelajaran matematika kulalui dengan terkantuk-kantuk. Untunglah hari ini aku selamat dari vonis harus maju ke depan, mengerjakan soal.
Akhirnya bel istirahat berbunyi juga, 'aku selamat' pikirku.
Kurapikan buku-buku di mejaku, lalu kumasukkan ke laci.
Aku bergegas lari ke kantin sambil menggigit coklatku yang satunya, ternyata, tadi selama jam pelajaran Icha diam-diam menghabiskan coklatku yang telah diambil secara paksa olehnya.
Icha, dan dua orang temanku lainnya, Dhela dan Rio, mengikuti di belakangku.

"Za, tunggu!" panggil Rio, iya berjalan setengah berlari.

"mmm, apa?"

"cepat banget jalanmu, tapi pagi nggak sarapan ya??"

"Sarapan kok, cuma sekarang lapar lagi. Semua energiku telah terkuras habis saat pelajaran matematika tadi"

"Ah, kamu ngantuk juga pas pelajaran. Jadi otakmu nggak bekerja maksimal" Rio mengacak-ngacak rambutku.

"wueeeeeek" aku menjulurkan lidah, dan berlari ke arah kantin yang sudah ada di depanku.

Aku dan Rio sudah sampai duluan, di susul Icha dan Dhela. Kami berempat duduk di tempat favorit kami, meja di bawah pohon jambu aer, hehe
adem banget tempatnya.

Aku berlari masuk ke kantin, mengambil makananku, bakso dan segelas es jeruk sepertinya cukup. Diikuti teman-temanku.

Aku mulai memakan makananku, kepedasan aku meneguk es jerukku. Oh tidak, aku hampir tersedak, rasanya panas tenggorokanku.
"kalo ngasih sambel jangan banyak-banyak" ucap Rio sambil menyodorkan kotak tisu padaku.

"Arghhh, tenggorokanku seperti terbakar" aku minum habis semua es jerukku, tapi tetap saja rasa terbakar itu tidak hilang.

"Aku ambilkan air putih" ucap Dhela dengan nada panik, tak lama kemudian Dhela datang dan menyodorkanku segelas air putih hangat.
Aku meminumnya sekaligus, rasa sakit ditenggorokanku mula reda.
Legaaa

[to be continued]

Jika Aku Sebuah Bintang [part 1]

Namaku Firza Lintang Prameswari, biasa dipanggil Zaza oleh teman-teman, dan Lintang oleh keluarga. Umur 16 tahun. Bungsu dari tiga bersaudara. Kakak sulungku, Iqbal Hadi Prasetya, atau Iqkho, kalo aku sih manggilnya mas Pras. Umur 22 tahun, seorang web master di sebuah perusahaan web developer. Orangnya ganteng, tapi nyebelin! It's my opinion. Perfect banget karena kakak pertamaku ini orang pinter.
Kakakku yang kedua, Karya Ade Prasetya, ato Arya, aku manggilnya mas tio, seorang penggila seni dan jago nulis. Umur 18 tahun, dia seorang mahasiswa semester tiga di sebuah universitas swasta di kotaku, fakultas Seni dan Ilmu Budaya. Dia pengin seperti Picaso, pelukis favoritnya.
Dua kakakku memiliki bakat yang luar biasa di bidang masing-masin. Sementara aku? Aku bukan seorang yang hi-tek ataupun pecinta karya seni. Aku berbeda dengan kedua kakakku, aku hanyalah aku, satu-satunya kelebihan yang kupunya adalah bersikap ceria. Ya, ceria dalam suasana semencekam apapun.
Bapakku, seorang petani sayur. Dan ibuku, dia seorang super mom. Yang selalu ada untuk keluarga.

"Lin, bangun ndok. Sudah subuh ini." sayup-sayup terdengar suara ibuku membangunkanku.
"Masih ngantuk bu" kutarik lagi selimutku hingga menutupi kepala
"Owalah nduk, nanti kamu dimarahi bapakmu. Ayo cepet bangun, trus sholat subuh. Apa minta masmu yang bangunin? Ancam ibu, karena aku tidak bereaksi.
Mendengar ancaman ibu yang mengatakan 'masmu' aku langsung bangun dan duduk.
"Jangan bu, ini aku bangun. Mas pras kalo bangunin aku galak bu" masih ngantuk kupaksa turun dari ranjang
"Ya wis, cepet sholat dulu, jangan lupa rapiin tu kamarmu, Ibu ndak mau rapiin, wong kamu sudah gede. Terus kamu mandi, siap-siap ke sekolah." ibuku pergi, sepertinya ke dapur. Seperti biasa, setiap pagi ibu dibantu mbok Min, menyiapkan sarapan untuk keluarga.

Pukul 06.00 aku selesai siap-siap, tinggal sarapan.
Aku pergi di ruang makan, di sana sudah ada bapak, yang seperti biasa membaca koran paginya sambil sesekali menyeruput kopi. Mas Pras, yang selalu dengan laptopnya, dan juga Mas Tio yang selalu makan pisang goreng.
Aku sampai di kursiku, kutarik dan aku duduk. Lalu kuteguk segelas besar coklat hangat di depanku.
"Hari ini ladang Bapak panen ya?" tanyaku sambil mengunyah pisang goreng.
"Iya, kamu mau ikut ke ladang?" bapak menurunkan korannya dan beralih duduk di sebelahku.
"kalau aku diijinkan bolos sih mau pak, haha" kuteguk lagi coklatku.
"Jangan harap" jawab bapak sambil mengacak rambutku, lalu kembali ke kursinya.
"Ah Bapak! Susah ini menata rambutnya, jadi berantakan lagi" aku memberenggut.

"Dek, nanti ikut bantuin mas Tio ya di galeri, mau nggak?" mas Tio yang dari tadi asik mengunyah pisang goreng akhirnya bersuara.
"Ada imbalannya nggak?" jawabku tak acuh.
"Nanti tak beliin coklat deh satu. Mau ya?" rayu mas Tio
"Hah, satu biji doang mah aku bisa beli sendiri! Tiga biji, gimana mau ga?" aku mengajukan tawaran.
"Maruk deh kamu dek, dua saja ya, ya?" mas Tio mengajakku bernegosiasi.
"Oke, tapi nanti aku diantar sampe gerbang sekolah, deal?" tawarku lagi.
"Deal!" jawab mas Tio, dan kami berjabat tangan.

"Adoh mba Lintang, itu coklat satu gelas besar kok ya dihabiskan dulu, wong mbanya belum sarapan" teriak mbok Min, yang membawa lauk dari dapur di susul oleh ibu.
"hehe, tadi kan dingin banget mbok, ya dihabisin jadinya. Mana telur ceplok punya Lintang mbok?" tanyaku pada mbok Min.
"Ini mba." mbok Min menyodorkan piring berisi telur untukku.
"Terima kasih" jawabku, kini aku mulai sarapan pagiku.

Setelah selesai sarapan, aku pamit ke Bapak, Ibu, mas Pras, dan mbok Min, lalu berangkat ke sekolah diboncen mas Tio pake motor vespanya.
Akan seperti apakah hariku kali ini..............????
[to be continued]